Buku adalah jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak ilmu kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi ilmu yang dikuasainya dengan menuliskannya dalam bentuk buku. Dari membaca bukunya itu kita akan tahu ilmu yang dibagikannya. Semakin bayak membaca isi bukunya, maka semakin tahulah kita ilmu yang sudah dituliskannya. Kita pun mengambil pelajaran penting dari apa yang dituliskannya. Bila tulisannya sangat mencerahkan, biasanya kita akan terhanyut dengan apa-apa yang disampaikan oleh penulisnya. Tanpa disadari kita telah menjadi follower dari penulis buku.
Begitu banyak buku tertata rapi di toko buku. Tentu ada judul buku yang menggoda hati. Kita pun sebagai calon pembeli berusaha mencari buku yang memikat hati dan sesuai kebutuhan kita saat itu. Kita dihadapkan kepada keputusan untuk membeli buku terbaik sesuai dengan isi kantong.
Terkadang ingin rasanya membeli semua buku bagus yang berada di hadapan mata. Terutama yang telah menjadi buku best seller di toko buku. Namun, kondisi keuangan yang tak memungkinkan, seringkali kita hanya bisa mengintip sedikit isi buku-buku best seller itu. Konsekwensinya adalah kita menjadi berlama-lama membaca di toko buku. Bila pelayan tokonya ramah dan tahu kalau kita memerlukan buku itu, dia akan dengan ramah mempersilahkan kita membaca-baca buku yang dijualnya. Tetapi bila kita ketemu dengan pelayan buku yang tak ramah, belum apa-apa kita sudah diusirnya, dan terlihat muka garangnya yang menakutkan. Hiiii serem!
Dari dulu saya memang rakus membaca buku. Terutama buku-buku baru yang ditulis oleh orang yang berilmu. Sebagai seorang guru swasta, dan dosen honor di perguruan tinggi swasta saya harus terus meng-update ilmu saya. Bila saya tak banyak membaca buku tentu saya akan tertinggal jauh dengan para pendidik lainnya. Bisa dibayangkan bila peserta didik saya diajarkan oleh pendidik yang tak meng-update ilmunya. Pastilah peserta didik hanya akan mendapatkan ilmu-ilmu “jadul” yang mungkin kebermanfaatannya kurang bersinggungan dengan kehidupan nyata saat ini. Pada akhirnya, mahasiswa hanya akan menjadi penganguran terdidik setelah lulus nanti, karena diajar oleh dosen yang berilmu “jadul”.
Buku sebagai jendela ilmu benar-benar saya rasakan. Dengan banyak membaca akan banyak khasanah pengetahuan baru saya peroleh. Buku benar-benar banyak membantu saya menemukan hal-hal baru yang tadinya saya tidak tahu menjadi tahu. Ketika saya tahu, maka akan segera saya bagikan kepada peserta didik saya maupun kepada orang lain dengan cara lisan maupun menuliskannya.
Pentingnya membaca sudah banyak saya tuliskan, salah satu manfaat membaca adalah wawasan berpikir kita menjadi bertambah. Kita menjadi lebih bijak dalam menanggapi segala persoalan hidup. Tak salah orang mengatakan orang bijak adalah orang yang banyak membaca. Membaca apa yang terjadi dalam hidup ini sehingga dia menjadi orang berilmu. Orang berimu biasanya akan menjadi orang yang arif bijaksana. Sebab melihat segala permasalahan kehidupan dari berbagai sudut yang telah diketahuinya.
Bila anda seorang ibu, banyaklah membaca buku untuk mendidik putra-putri anda menuju kemandirian dan kedewasaan. Bukan berarti peran ayah tak ada, namun bagi saya peran ibu jauh lebih penting ketimbang ayah dalam mengenalkan budaya baca dalam keluarga. Sebab ibu yang akan menjadi perpustakaan pertama anak-anaknya. Ibu akan menjadi tempat bertanya anak-anaknya terutama dalam masa usia balita dan pertumbuhan. Sedangkan peran ayah adalah membantu pasangannya agar juga senang membaca. Bila ayah dan ibu senang membaca di rumah, pastilah anak akan meniru orang tuanya.
Biasakan dalam sebulan sebuah keluarga membeli buku. Harus ada anggaran membeli buku dalam setiap bulannya. Jangan hanya makanan dan minuman saja yang dibeli, tetapi buku terlupakan. Buat orang tua yang berpengetahuan, pastilah akan menganggarkan keuangan keluarga untuk membeli buku. Ikut mengajak putra-putrinya pergi ke toko buku untuk membeli buku baru, dan menyimpannya dalam perpustakaan keluarga.
Perpustakaan keluarga sangat penting dimiliki oleh sebuah keluarga yang menyadari bahwa buku adalah jendela ilmu. Dari pengumpulan koleksi buku-buku itulah akan terlihat ilmu-ilmu yang telah diketahui oleh pemilik bukunya. Bukan hanya sebagai pajangan dan penghias ruangan, tetapi benar-benar sudah dibaca oleh pemilik bukunya. Ketika ada orang yang bertanya tentang buku-buku yang dikoleksiya, sang pemilik buku akan dengan cepat menceritakan ringkasa isi buku karena sudah membacanya secara mendalam.
Buku adalah jendela ilmu. Berbagai macam ilmu dituliskan ke dalam sebuah buku. Bila sang penulis mampu menuliskan ilmunya dengan baik dalam sebuah buku, maka siapa saja yang membaca tulisannya akan tercerahkan, dan mendapatkan pengetahuan baru dari apa yang dituliskannya. Bisa berupa pengalaman hidupnya, bisa juga tentang hal-hal yang dikuasai dan disukainya. Bila sang penulis menuliskannya dengan penuh kehatian-hatian, dan berdasarkan riset atau penelitian, buku itu menjadi sebuah buku yang berkualitas dan layak dibaca oleh banyak orang. Hanya saja masalahnya, budaya membaca belum menjadi budaya masyarakat kita. Tak salah bila banyak penulis buku memfilmkan isi bukunya agar sampai pesannya.
Peran ayah dan ibu atau orang tua dalam mengkampanyekan buku sebagai jendela ilmu sangat diperlukan. Budaya baca harus ditularkan dari anak masih dalam kandungan hingga mencapai kemandirian. Tak ada orang pintar, dan cerdas tanpa membaca. Sepintar apapun orang bila dia tak membaca buku, maka dia akan menjadi orang yang kurang berwawasan. Pada akhirnya, orang yang seperti ini hanya akan menjadi orang yang sombong dan egois. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri dan mengganggap orang lain bodoh.
Pribadi-pribadi yang mengubah dunia adalah pribadi-pribadi yang senang dan banyak membaca buku. Seperti Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela yang kita kenal dari sepak terjang mereka dalam memperjuangkan bangsanya. Dalam buku Menang Melawan Diri Sendiri karya Amir Faisal (2010) yang diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo halaman 5-12 dituliskan bagaimana kedua tokoh ini melakukan perubahan besar dan menularkan ilmunya dengan cara menuliskannya ke dalam sebuah buku. Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela telah mencontohkan kepada dunia bagaimana seorang pemimpin yang berilmu pengetahuan menggerakkan pengikutnya untuk melawan ketidak-adilan dengan cara damai dan kasih sayang. Mereka mampu memaafkan lawan-lawan politiknya dengan kedamaian hati. Bila kita selidiki, kedamaian hati diperoleh dari banyak membaca buku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Baca buku buka dunia. Bukan hanya jendela ilmu saja yang kita dapatkan, tapi kita mampu berkeliling dunia dengan banyak membaca buku. Akan banyak pengetahuan baru kita dapatkan dari tokoh-tokoh dunia yang menginspirasi. Kitapun bisa mengambil pelajaran penting dari mereka yang berhasil menjadi seorang pemimpin yang arif bijaksana.
Salam Blogger Persahabatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar